Hadist Ke-1066

حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ وَعَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قُسَيْطٍ اللَّيْثِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّهُ قَالَ قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَيُّمَا امْرَأَةٍ طُلِّقَتْ فَحَاضَتْ حَيْضَةً أَوْ حَيْضَتَيْنِ ثُمَّ رَفَعَتْهَا حَيْضَتُهَا فَإِنَّهَا تَنْتَظِرُ تِسْعَةَ أَشْهُرٍ فَإِنْ بَانَ بِهَا حَمْلٌ فَذَلِكَ وَإِلَّا اعْتَدَّتْ بَعْدَ التِّسْعَةِ أَشْهُرٍ ثَلَاثَةَ أَشْهُرٍ ثُمَّ حَلَّتْ

Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari [Yahya bin Sa'id] dan dari [Yazid bin Abdullah bin Qusaith Al Laitsi] dari [Sa'id Ibnul Musayyab] ia berkata, [Umar Ibnul Khattab] berkata; "Wanita mana saja yang dicerai kemudian dia mengalami sekali atau dua kali haid dan setelah itu dia monopause (tidak lagi haid), maka hendaklah dia menunggu sampai sembilan bulan. Jika dia dalam keadaan hamil maka ia menjadi halal setelah melahirkan, tetapi jika tidak hamil maka ia harus menjalani masa iddah lagi selama tiga bulan. Setelah itu dia boleh menikah."


Hadist Ke-1067

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ الطَّلَاقُ لِلرِّجَالِ وَالْعِدَّةُ لِلنِّسَاءِ

Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari [Yahya bin Sa'id] dari [Sa'id bin Musayyab] ia berkata; "Talak adalah hak laki-laki dan 'iddah adalah hak wanita."


Hadist Ke-1068

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّهُ قَالَ عِدَّةُ الْمُسْتَحَاضَةِ سَنَةٌ

Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari [Ibnu Syihab] dari [Sa'id Ibnul Musayyab] ia berkata; "Iddahnya wanita mustahadlah adalah satu tahun."


Hadist Ke-1069

حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَمَسَّهَا فَإِنَّهُ يُضْرَبُ لَهُ أَجَلٌ سَنَةً فَإِنْ مَسَّهَا وَإِلَّا فُرِّقَ بَيْنَهُمَا

Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari [Ibnu Syihab] dari [Sa'id Ibnul Musayyab] berkata; "Barangsiapa menikahi seorang wanita kemudian dia tidak bisa menyetubuhinya, maka dia diberi tenggang waktu satu tahun. Jika dia mampu menyetubuhinya (maka pernikahannya diteruskan), jika tidak mampu maka keduanya dipisahkan."


Hadist Ke-1070

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك أَنَّهُ سَأَلَ ابْنَ شِهَابٍ مَتَى يُضْرَبُ لَهُ الْأَجَلُ أَمِنْ يَوْمِ يَبْنِي بِهَا أَمْ مِنْ يَوْمِ تُرَافِعُهُ إِلَى السُّلْطَانِ فَقَالَ بَلْ مِنْ يَوْمِ تُرَافِعُهُ إِلَى السُّلْطَانِ قَالَ مَالِك فَأَمَّا الَّذِي قَدْ مَسَّ امْرَأَتَهُ ثُمَّ اعْتَرَضَ عَنْهَا فَإِنِّي لَمْ أَسْمَعْ أَنَّهُ يُضْرَبُ لَهُ أَجَلٌ وَلَا يُفَرَّقُ بَيْنَهُمَا

Telah menceritakan kepadaku Malik dia bertanya kepada [Ibnu Syihab], "Semenjak kapan masa tenggang suami dihitung, sejak hari pertama tinggal satu rumah dengannya? Atau sejak hari ia diajukan kepada penguasa?" Ibnu Syihab menjawab; "Sejak diajukan kepada penguasa." Malik berkata; "Adapun suami yang tadinya mampu menyetubuhi isterinya kemudian terhalangi (tidak mampu), maka dalam hal ini aku belum pernah mendengar pendapat yang menyatakan bahwa laki-laki tersebut diberi waktu tenggang, atau dipisahkan dari isterinya."